Mengetahui Terjemahan dan Pendapat Para Ahli Penterjemah


Terjemahan dari Beberapa Tokoh di Dunia

Makna Terjemahan mungkin akan didefinisikan berbeda oleh setiap individu yang mendefinisikannya. Hal ini terkait dari sudut pandang mana individu tersebut mendefinisikannya dan tentunya disertai dengan keilmuan dan pengalamannya. Orang mungkin akan memberikan definisi dengan menekankan terjemahan sebagai pengalihan arti dan pesan dari suatu bahasa sumber (BSu) kedalam bahasa sasaran (BSa) atau berdasar pada pandangan yang mengusung bahwa terjemahan adalah sebagai proses transfer budaya. Berikut merupakan petikan beberapa pendapat ahli bahasa mengenai definisi dari terjemahan yang kerap menjadi rujukan para pelaku dan pemerhati terjemahan.
1. Catford (1965; 20), dalam bukunya A linguistic Theory of Translation, mendefinisikan terjemahan sebagai pengalihan wacana dalam bahasa sumber (BSu) dengan wacana padanannya dalam bahasa sasaran (BSa). Disini, Catford menekankan bahwa wacana alihan haruslah sepadan dengan wacana aslinya. Karena padanan merupakan kata kunci dalam proses terjemahan, dengan sendirinya pesan dalam wacana alihan akan sebanding dengan pesan pada wacana asli. Sebaliknya, jika wacana alihan dan wacana asli tidak sepadan, wacana alihan tidaklah dianggap sebagai suatu terjemahan.
2. Menurut Levy, Terjemahan merupakan suatu ketrampilan dimana identitas penterjemah dapat direfleksikan dalam bentuk opininya. Levy dalam bukunya Translation as Decision Process (dikutip dalam Holidaja, 1993; 49) mengemukakan bahwa terjemahan adalah suatu proses kreatif yang selalu memberi kebebasan atau pilihan kepada penterjemah bertali beberapa kemungkinan kesepadanan terdekat dalam membuahkan makna situasional. Lebih lanjut Levy mengatakan sebagai suatu proses kreatif, terjemahan memberi peluang kepada penterjemah dalam bentuk kebebasan atau otonomi untuk menemukan kesepadanan yang persis menurut konteks situasi. Dengan otonomi ini, seorang penterjemah memiliki peluang yang besar dan signifikan dalam mengembangkan ketrampilan dan kebiasaannya. Dia bebas untuk berkreasi menginterpretasikan apa yang telah dituliskan oleh penulis asli selama tidak keluar dari konteks.
3. Sejalan dengan paparan Levy, Larson (1984; 3), dalam bukunya Meaning-Based Translation: A Guide to Cross-Language Equivalence, mendefinisikan terjemahan sebagai suatu perubahan bentuk dari BSu kedalam bahasa penerima (BPa) dimana makna harus dijaga untuk tetap sama. Larson memaparkan bahwa terjemahan terdiri atas penelusuran leksikon, struktur gramatikal, Situasi Komunikasi, dan kontek budaya dari BSu, menganalisanya untuk menentukan makna, dan kemudian merekonstruksi makna yang sama dengan menggunakan leksikon dan struktur gramatikal yang wajar dalam BPa. Dengan kata lain, Larson mengisyaratkan bahwa terjemahan merupakan pengalihan makna dari BSu ke dalam BPa, makna tersebut dialihkan ke dalam BPa melalui struktur semantis dan ia harus dipertahankan walaupun bentuknya berubah.
4. Newmark (1988; 5) dalam bukunya A Textbook of Translation memandang terjemahan adalah mengungkapkan makna suatu wacana ke dalam bahasa lain seperti wacana yang dimaksudkan oleh penulisnya.
5. Brislin (1976) seperti dikutip Suryawinata (1989) menunjuk bahwa terjemahan adalah pengalihan pikiran dan ide dari BSa ke dalam BSu, baik itu bahasa lisan maupun tulisan, baik bahasa itu sudah memiliki ortografi (sistem tulis) ataupun belum, baik itu bahasa isyarat untuk orang tuli ataupun bukan.
6.Dalam pandangan Nida, terjemahan terdiri atas upaya menghasilkan dalam BPa padanan alamiah terdekat dari pesan BSu, pertama-tama dalam hal makna, dan kedua dalam hal style (Nida and Taber, 1969; 12). bertali dengan menghasilkan ulang pesan dari BSu ke dalam BSa, penterjemah selayaknya menterjemahkan teks dengan melakukan adaptaasi gramatis dan leksikal jika memungkinkan, dan tidak menciptakan suatu kesulitan dalam hasil terjemahan untuk dipahami oleh pengguna BSa. Tapi yang lebih penting adalah untuk menemukan padanan yang memiliki arti yang ceplis daripada mempertahankan bentuk ungkapan yang mungkin akan menjadi ambigu dalam BSa. Makna menempati urutan teratas, karena inilah inti pesan yang harus disampaikan, sementara style adalah urusan kedua.
7. Menurut House dalam desertasinya “A Model for Translation Quality Assessment”menjelaskan definisi terjemahan sebagai pengalihan suatu teks dalam BSu melalui kesepadanan semantik dan pragmatik ke dalam BSa (House dalam Hilidaja, 1993; 51). House membedakan makna kedalam dua aspek, yakni makna semantik dan makna pragmatik. Makna semantik erat kaitannya dengan makna denotatif, yaitu makna berdasarkan kamus, sementara makna pragmatik berhubungan dengan makna konotasi.
8. Forster dalam bukunya Translation An Introduction mendefinisikan terjemahan sebagai pengalihan isi wacana BSu ke dalam BSa, dengan tidak harus selalu mengasosiasikan isi dengan bentuk (Forster dalam Hanafi, 1986). Dalam hal ini Forster memberikan petunjuk bahwa apa yang kita lakukan dalam menterjemahkan harus bisa mengalihkan isi pesan yang juga secara otomatis harus bisa mempertahankan bentuk ungkapan dan style BSu. Isi, yang secara erat bertali dengan bentuk, didasarkan pada fungsi terjemahan itu sendiri. Isi yang dimaksud dapat memberikan faedah tidak hanya bagi penterjemah tapi juga kepada pembaca.
Dari pendapat para tokoh diatas, dapatlah diambil kesimpulan bahwa terjemahan, baik lisan maupun tulisan, memberi penekanan lebih pada makna atau pesan yang disampaikan. Apakah hasil terjemahan patuh pada bentuk BSu-nya bukanlah hal yang fundamental, hal terpenting adalah hasil terjemahan memiliki maksud dan makna yang sama persis dengan pesan pada BSu-nya. Jadi terdapat kejelasan dan kesamaan antara pesan dalam BSu dan BSa, dimana pesan terkonstruksi dalam BSa terterakan secara wajar untuk diterima oleh pengguna BSa; pesan dalam BSa tidak diukur oleh pengguna BSu.

====================================
Notes. Terjemahan yang baik, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan, akan memberi penekanan lebih pada makna atau pesan yang disampaikan. Apakah hasil terjemahan patuh atau tidak pada bentuk bahasa sumbernya bukanlah hal yang fundamental, hal terpenting adalah hasil terjemahan memiliki maksud dan makna yang sama persis dan ceplis dengan pesan pada bahasa sumbernya. Jadi terdapat kesejalanan dan kesamaan antara pesan dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran terterakan secara wajar untuk diterima oleh pengguna bahasa sasaran; pesan dalam bahasa sasaran tidak diukur oleh pengguna bahasa sumber.

Reference by.
http://mitrapenerjemah.com/ihwal-terjemahan-dan-pendapat-dari-beberapa-tokoh/

1 comment: